Senin, 08 April 2013

Dampak Negatif Harta Haram



Rasulullah bersabda, “Di antara yang aku khawatirkan atasmu sepeninggalku kelak adalah terbukanya untukmu keindahan dunia dan perhiasannya” (HR Bukhari dan Muslim).
Bukan berarti kita dilarang untuk mencari harta. Islam sendiri memberikan peluang kepada umatnya untuk mencari kekayaan dunia. “Dan carilah dari anugerah Allah kebahagiaan negeri akhirat, dan jangan melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi, dan berbuat baiklah kamu sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan jangan kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Qs Al-Qashash: 77).
Tetapi Islam memberikan warning agar manusia tidak menjadikan harta sebagai tujuan akhir (Qs Fathir: 5). Tujuan hidup sebenarnya adalah kepuasan ruhani yang mengantarkan pada kebahagian di akhirat. “Dan sungguh kehidupan akhirat lebih baik bagimu dari kehidupan dunia” (Qs Ad-Dluha: 4).
Musthafa As-Siba’i dalam ‘Isytiraqiyatu Al-Islam’ menjelaskan beberapa rambu agama dalam mencari harta.

Pertama, tidak menggunakan cara jahat dan kejam (bi ad-dhulmi). Tidak ada agama di dunia yang membenarkan upaya mencari harta dengan cara merampok, mencuri, atau menyerobot hak orang lain.

Kedua, tidak menggunakan cara curang dan culas (bi al-ghasysyi). Dipastikan, tidak ada orang yang senang ditipu. Penipu sekalipun akan marah saat menjadi korban penipuan. Tetapi kesulitan hidup kerap membuat orang buta mata dan tuli telinga. Tidak sedikit orang sekarang yang begitu ‘kreatif’ dalam melancarkan penipuan.

Ketiga, tidak menggunakan cara yang merugikan dan membahayakan (bi al-idlrar). Berbisnis narkoba tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain dan lingkungan. Demikian pula bisnis perjudian, pelacuran atau jual-beli manusia (trafficking) sebagaimana marak belakangan.
 
Berjuta cara bisa dilakukan untuk mendapatkan harta halal ketimbang harus menghalalkan segala cara. Bumi Allah terlalu luas asal manusia mau berdaya usaha. “Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu. Maka berjalanlah di segala penjurunya, dan makanlah sebagian rezeki Allah. Dan hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan” (Qs Al-Mulk: 15).
Firman Allah di ayat lain, “Allah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal bisa berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari karunia Allah. Dan mudah-mudahan kamu bersyukur” (Qs Al-Jatsiyah: 12).

Harus dicatat, tidak ada kebaikan yang lahir dari harta haram. Ali bin Abi Thalib menjelaskan beberapa dampak negatif dari harta yang diperoleh secara haram.
Pertama, melemahkan gairah ibadah (al-wahanu fi al-ibadah). Mungkinkah ada pegiat ‘dunia hitam’ yang beribadah secara ikhlas dan benar?
Mungkin sekali koruptor rajin melakukan shalat, bahkan pergi haji atau umrah ke Tanah Suci. Tetapi, yakinlah, ibadahnya itu sebatas kulit, tidak khusuk, sehingga tidak menembus jantung kemanusiaannya.
Kedua, harta haram akan menimbulkan kesumpekan hidup (ad-dloiqu fi al-ma’isyah). Dipastikan, pelaku kejahatan akan dilanda takut dan resah kalau-kalau perbuatannya itu ketahuan.
Ketiga, harta haram akan mengurangi kenikmatan (an-naqsu fi al-ladzdzat). Tidak ada ceritanya kebahagiaan dibangun di atas harta haram. Alih-alih menikmati harta, pemiliknya justru selalu gundah gulana dan merasa bersalah.
Kaum beriman jangan sampai menggadaikan agama demi harta. Senantiasa mari langitkan setiap urusan dunia, agar kita termasuk yang dipuji Allah, “Orang-orang yang bisnis dan perniagaannya tidak sampai melalaikannya dari mengingat Allah, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Mereka takut kepada hari dimana hati dan penglihatan menjadi goncang” (Qs An-Nur: 37).
(Ringkasan dari Republika.co.id)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar